Skip to content

Sejarah FSPMI

Pada akhir era Orde Baru di Indonesia, tepatnya setelah jatuhnya rezim Soeharto pada Mei 1998, angin reformasi mulai berhembus kuat di sektor ketenagakerjaan. Fondasi perubahan ini bertumpu pada ratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi oleh Pemerintah Indonesia. Ratifikasi tersebut diresmikan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 83 Tahun 1998, yang kemudian ditindaklanjuti dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 05 tahun 1998.

Langkah ini membuka pintu lebar bagi pekerja untuk membentuk serikat independen, setelah selama puluhan tahun terkungkung di bawah naungan tunggal Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang dikendalikan pemerintah.Di penghujung tahun 1998, gelombang reformasi ini melahirkan 14 serikat pekerja (SP) setingkat federasi, termasuk SPSI Reformasi yang muncul sebagai pecahan dari SPSI lama. Perubahan ini tidak berhenti di situ; transformasi formasi dalam tubuh SPSI pasca-reformasi terjadi secara massif dan dinamis.

Salah satu yang paling menonjol adalah perubahan Serikat Pekerja Logam, Elektronik, dan Mesin (SP-LEM) di bawah SPSI Reformasi menjadi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Proses ini dimulai dari Musyawarah Nasional Luar Biasa SP-LEM SPSI Reformasi pada 4-7 Februari 1999 di Garut, Jawa Barat, yang mendeklarasikan pembentukan Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPMI) pada 6 Februari 1999. SPMI awalnya dipimpin oleh Drs. H. Thamrin Mosii sebagai Presiden dan almarhum R. H. Endang Thamrin sebagai Sekretaris Jenderal.

Transformasi tidak berhenti pada nama; pada Kongres Kedua SPMI di Lembang pada 28 Agustus hingga 1 September 2001, organisasi ini berevolusi menjadi federasi dengan nama FSPMI. Perubahan ini bertujuan memperkuat struktur dengan mewadahi berbagai serikat anggota, seperti Serikat Pekerja Elektronik dan Elektrik (SPEE), Serikat Pekerja Alat Mesin dan Komponen (SPAMK), Serikat Pekerja Logam (SPL), Serikat Pekerja Dermaga dan Galangan (SPDG, yang kemudian menjadi Serikat Pekerja Pelayaran dan Jasa Maritim atau SPPJM), Serikat Pekerja Dirgantara Indonesia (SPDI), dan Serikat Pekerja Aneka Industri (SPAI-FSPMI). Tokoh kunci seperti Ir. H. Said Iqbal, yang menjadi Sekretaris Jenderal pada periode 2001-2006, memainkan peran penting dalam memperluas jangkauan perjuangan FSPMI dari isu internal pabrik ke advokasi sosial yang lebih luas.

Sementara itu, perubahan serupa terjadi di sektor lain, seperti Serikat Pekerja Tekstil, Sandang, dan Kulit (SP-TSK) dalam SPSI Reformasi yang berubah menjadi Serikat Pekerja Nasional (SPN). Kolaborasi antar-serikat ini mencapai puncaknya ketika FSPMI dan SPN bergabung untuk membentuk konfederasi baru bernama Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI). Dengan demikian, landscape serikat buruh nasional kini memiliki tiga pilar utama: Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI), Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI), dan KSPI. FSPMI, sebagai bagian integral dari KSPI, terus berkembang dengan anggota mencapai ratusan ribu di berbagai provinsi, aktif dalam aksi-aksi besar seperti tuntutan upah minimum, penghapusan outsourcing, dan perlindungan hak pekerja di sektor metal, elektronik, otomotif, maritim, dan industri terkait

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *