Dari Kami
Melawan Stereotip Gen Z sebagai Gen Pemalas

Melawan Stereotip Gen Z sebagai Gen Pemalas

Bonus demografi hari ini akan dimanfaatkan oleh siapa? Karena Negara kita yang digadang-gadang menjadi Indonesia Emas di tahun 2045 nanti akan hanya menjadi pemanis belaka. Jika kebijakan kebijakannya tidak menunjukan keberpihakannya kepada anak muda.

Maraknya regulasi yang melenturkan tenaga kerja menjadi layar utama yang wajib sama-sama kita perhatikan dan kita sadari bahwa itu merupakan produk yang dihasilkan oleh kaum pemodal sebagai bentuk agenda yang bertujuan untuk melanggengkan kekuasaannya.

Di era globalisasi dan digitalisasi yang pesat, kaum pemodal modern seringkali memanfaatkan kekuatan media dan teknologi untuk membentuk persepsi masyarakat. Salah satu fenomena yang menonjol adalah bagaimana entitas kapitalis membentuk dan memperkuat citra negatif terhadap Generasi Z, generasi yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an.

Generasi Z seringkali dipandang dengan skeptisisme oleh banyak pihak, dan narasi negatif tentang mereka sering diperkuat oleh kekuatan kapitalis yang memiliki kepentingan tertentu.

Beberapa perusahaan dan media massa menggambarkan Generasi Z sebagai generasi yang malas, terlalu bergantung pada teknologi, atau kurang berkomitmen terhadap pekerjaan dan tanggung jawab sosial. Dalam banyak kasus, citra ini dibangun untuk menyokong agenda-agenda tertentu, seperti justifikasi kebijakan ketenagakerjaan yang merugikan anak muda.

Tidak adil dan tidak akurat untuk menggambarkan seluruh generasi sebagai pemalas. Setiap generasi memiliki karakteristik dan tantangan tersendiri, dan anggapan seperti itu seringkali didasarkan pada stereotip atau persepsi yang tidak lengkap.

Generasi Z, yang lahir antara pertengahan 1990-an hingga awal 2010-an, telah tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang pesat, globalisasi, dan ketidakpastian ekonomi. Banyak dari mereka sangat terampil dalam teknologi, kreatif, dan berfokus pada tujuan yang lebih besar seperti keadilan sosial dan keberlanjutan. Mereka juga sering kali lebih fleksibel dan mampu beradaptasi dengan cepat dalam lingkungan kerja yang terus berubah.

Ada juga tantangan yang mereka hadapi, seperti beban biaya Pendidikan yang mahal dan tekanan ekonomi, yang dapat mempengaruhi cara mereka bekerja dan hidup. Namun, ini tidak berarti bahwa mereka pemalas. Stereotip semacam itu sering kali mengabaikan berbagai faktor yang mempengaruhi perilaku dan sikap seseorang.

Penting untuk melihat individu daripada membuat penilaian tentang keseluruhan generasi. Setiap orang memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing, dan generasi manapun bisa menunjukkan dedikasi dan etika kerja yang kuat.

Lebih jauh lagi, strategi ini dapat memperburuk pemisahan antar generasi dan menghambat dialog konstruktif antara Generasi Z dan generasi sebelumnya. Dengan mendiskreditkan Generasi Z secara sistematis, kapitalis dapat mengurangi tekanan untuk perubahan sosial dan ekonomi yang mungkin merugikan kepentingan mereka, sambil mempertahankan kontrol dan kekuasaan yang ada.

Untuk mengatasi fenomena ini, penting bagi masyarakat, pembuat kebijakan, dan media untuk mengembangkan pendekatan yang lebih adil dan berbasis fakta terhadap Generasi Z. Mengedepankan dialog yang konstruktif, memahami kebutuhan dan aspirasi generasi ini, serta mengatasi isu-isu sistemik yang lebih mendalam akan membantu mengurangi dampak negatif dari hegemoni kapitalis dan membangun masa depan yang lebih inklusif dan adil.

Tri Agung Setiawan
Wakil Presiden FSPMI Bidang Pekerja Muda

Leave a comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *