Upah Layak Jadikan Bangsa Bermartabat Dan Daya Beli Kuat
Pendahuluan

Upah adalah penerimaan sebagai imbalan dari Pengusaha kepada pekerja/buruh untuk sesuatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut sutau persetujuan, atau peraturan perundang-undangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya. Bagi para pekerja/buruh diseluruh dunia perjuangan upah adalah jalan untuk bisa meningkatkan taraf hidup bagi diri dan keluarganya dan bagi negara upah adalah salah satu ukuran dari tingkat kesejahteraan rakyatnya karena dengan upah yang layak daya beli masyarakat bisa naik dan perekonomian bisa bergerak dengan baik.
Politik Upah Murah dan Keputusan Sepihak
Indonesia adalah negara dengan jumlah penduduk nomor 4 didunia setelah Cina,India dan Amerika Serikat dengan Jumlah penduduk lebih dari 260 Juta dan jumlah tenaga kerja lebih dari 100 juta dan jumlah pekerja formal lebih dari 30 Juta dengan angkatan kerja yang masih produktif akan bisa menggerakkan perekonomian negara terbukti secara ekonomi Makro dengan angka pertumbuhan ekonomi diatas 6.7 % dan PDRB mendekati 6.000 Triliyun dan Pajak bisa didapat lebih dari 700 Triliyun. Saat ini banyak investasi yang terus datang ke Indonesia karena sejatinya Indonesia cukup punya Sumber Daya Alam dan Sumber Daya Manusia yang potensial disamping sebagai Pasar bagi barang barang hasil Industri dan Jasa. Dengan stabilitas politik dan keamanan yang terkendali pemerintah secara gencar mengundang para investor untuk datang menanamkan modal dan berinvestasi dengan memberikan banyak kemudahan pajak dan secara tidak langsung melakukan ”politik upah murah” hal ini bisa dilihat dari upah terendah yang diberlakukan dengan perbandingan beberapa negara Asean di Indonesia pada kisaran U$ 135/bulan; Philipina U$ 250/bulan: Malaysia U$ 350/bulan; Singapura U$ 450/bulan; Brunai U$ 500/bulan. Secara hukum politik upah murah dijalankan melalui Kep. Menaker No. 17 tahun 2005 dimana ada pasal yang sangat membatasi pekerja untuk bisa hidup layak yaitu : Pasal 5
1. Pencapaian KHL dalam penetapan upah minimum dilaksanakan secara bertahap;
2. Tahapan pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat 1 ditetapkan Gubernur;
3. Dalam menetapkan tahapan pencapaian KHL sebagaimana dimaksud pada ayat 2 Gubernur memperhatikan kondisi pasar kerja, usaha yang paling tidak mampu (marginal) di provinsi/kabupaten/kota serta saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan provinsi/kabupaten/kota.
Secara Umum Kep. Menaker No. 17 tahun 2005 sudah tidak layak lagi dipergunakan khususnya terkait 46 Komponen yang jadi dasar dimana banyak standar kebutuhan yang harus dipenuhi oleh seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak baik secara fisik, non fisik dan sosial, untuk kebutuhan satu bulan tidak dicantumkan sehingga konsekuensinya para buruh /pekerja ”harus berhutang’’ agar bisa memenuhi kebutuhan hidupnya.
Sudah terbukti aturan tersebut banyak menimbulkan masalah saat dijalankan dilapangan terbukti dengan maraknya unjuk rasa menentang ditetapkannya UMP/UMK yang dibuat dengan dasar rujukan Kep Menaker No. 17 tahun 2005 dalam lima tahun belakangan ini. Saatnya HARUS DILAKUKAN PERUBAHAN MENUJU PERBAIKAN SECARA KUALITATIF DAN KUANTITATIF .
Secara sepihak Pemerintah melalui Dirjen Perselisihan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada tanggal 8 Juni 2012 sudah melansir melalui media nasional hanya menambah 4 Komponan yaitu: deodoran; setrika; ikat pinggang dan kaos kaki dengan alasan sudah disepakati Dewan Pengupahan Nasional ( DPN ). Ini jelas sangat menyakitkan bagi para pekerja/buruh karena banyak hal yang tidak bisa dimasukkan dalam komponan KHL walau sudah jadi standar bagi kebutuhan para pekerja/buruh seperti: Handphone dan Pulsa, Magic Com, Sikat Gigi, Sisir, gunting kuku, gayung, Tempat sampah, lap pel, iuran kampung, alat kontrasepsi, tas kerja, dompet dll. Secara kualitas sewa rumah harus diganti setara dengan cicilan rumah tipe 28/72 karena tipe 21/70 sudah tidak layak lagi dipakai sebagai tempat tinggal yang layak karena sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan zaman.
Menyikapi dipaksakannya komponen KHL oleh Pemerintah yang tidak mendengarkan aspirasi para pekerja maka dengan ini KSPI menyatakan sikap :
1. Menolak revisi komponen KHL versi Dewan Pengupahan Nasional ( DPN ) atau Pemerintah yang hanya berjumlah 50 komponen karena tidak memenuhi standar hidup layak.
2. Mendesak Mentri agar menerbitkan revisi komponen KHL dengan 84 komponen dan jumlah minimal 84 komponen dan khusus perumahan diganti setara dengan cicilan rumah type 28/72 dan menghilangkan pasal tentang pentahapan.
Kepmen harus diterbitkan paling lambat akhir Juni 2012 dan digunakan untuk penetapan UMP/UMK tahun 2013.
3. Menuntut agar diberlakukan UMP/UMK bagi Guru honorer di seluruh Indonesia karena saat ini upah guru honorer berkisar Rp 300.000,-/bulan jauh dari UMP/UMK.
4. Bila sampai akhir Juni 2012 Mentri tidak merubah komponen KHL menjadi minimal 84 komponen maka KSPI akan mengorganisir seluruh pekerja/buruh di seluruh Indonesia untuk melakukan AKSI NASIONAL pada bulan Juli 2012 selama satu pekan.
TERUS LAWAN ”POLITIK UPAH MURAH”
Jakarta, 13 Juni 2012
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
Ir. H. Said Iqbal, ME.
Presiden