Pelajaran Disaat Libur Lebaran

Kita memasuki pekan terakhir dibulan Ramadhan. Kesibukan dan pikiran kita mulai terfokus untuk melakukan perjalanan mudik. Apalagi banyak perusahaan yang mulai meliburkan pekerjanya pada hari Sabtu (3/8) ini.

Selmat mudik ( image : kapanlagi.com)
Selmat mudik ( image : kapanlagi.com)

Saya kira, mudik adalah ritual paling seru bagi kebanyakan pekerja. Setidaknya inilah waktu yang ditunggu-tunggu karena bisa terbebas dari rutinitas kerja dalam waktu yang relatif lama. Bisa pulang kekampung halaman. Berkumpul dengan keluarga.Menikmati saat-saat senggang yang menyenangkan.

 

Liburan Itu Menyenangkan

Libur panjang disaat lebaran, juga memberikan pelajaran yang berharga bagi kita semua. Pelajaran itu, salah satunya, tentang kembalinya kesadaran: bahwa menikmati masa-masa liburan sungguh menyenangkan.

Kita bukanlah ‘robot bernyawa’ yang harus menghabiskan hari-hari kita dengan berkutat pada mesin-mesin di dalam perusahaan. Jelas sangat menyenangkan jika diluar kesibukan kita bekerja, masih terdapat jeda untuk bersosialisasi, bermanja-manja dengan keluarga, berorganisasi, dsb. Ada konsep 8-8-8: Delapan jam kerja, delapan jam istirahat, dan delapan jam bersosialisasi/rekreasi. Atau yang lebih maju adalah 6-6-6-6: Enam jam kerja, enam jam istirahat, enam jam bersosialisasi, danenam jam belajar.

Saya tidak menyalahkan ketika ada buruh yang memilih lembur setelah menjalankan kewajibannya bekerja 8 jam sehari. Itu pilihan yang harus dihargai.Meskipun tak sedikit juga buruh melakukan kerja lembur karena keterpaksaan, dimana lembur yang seharusnya sukarela itu diwajibkan oleh perusahaan. Hanya saja, yang patut disayangkan, kehidupan mereka yang kemudian menjadi terbatas pada dinding perusahaan dan kontrakan.

Lembur itu candu. Beberapa kali saya mendengar, ada buruh yang mengeluh karena lemburan mulai berkurang.Ada yang protes karena lemburan ditiadakan. Ada juga yang bersedia upahnya dibayar murah, asalkan lemburan tetap jalan. Karena, menurutnya, gaji lembur bisa lebih besar.

Mungkin benar, dengan lembur gaji yang diterima bisa lebih besar.Tetapi sadarkah kita, semua itu adalah fatamorgana. Kapan lagi ada waktu untuk keluarga, bermanja-manja dengan anak tercinta? Kapan ada waktu untuk mengembangkan potensi dengan menuntut ilmu dan berorganisasi? Jangan sampai tanpa kita sadari diri ini telah menjadi tua, sementara belum melakukan dan menghasilkan apa-apa.

Didalam buku berjudul ‘My Passion My Career’ yang diterbitkan oleh Metagraf, Creative Imprint of TigaSerangkai pada bulan Mei 2013 yang lalu, terdapat tulisan saya yang berjudul “Bersiap Menghadapi PHK”. Tegas saya katakana disana, persiapan untuk menghadapi PHK adalah dengan tidak melakukan kerja lembur. Tanpa lembur, kita bisa menginvestasikan waktu dan pikiran kita pada hal-hal lain: belajar, bersosialisasi, beroganisasi, membangun karir kedua. Jika saban hari kita hanya mondar-mandir dari kontrakan ke perusahaan, begitu dipecat oleh majikan, kita akan bernasib sama dengan katak yang terdapat dalam tempurung. Tidak tahu apa-apa. (kascey)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *