Orasi Presiden FSPMI/KSPI: “Nasib Buruh Tidak Boleh Dipertaruhkan Dalam Kompromi”
Oleh: Said Iqbal (Presiden FSPMI/KSPI)
Ada yang bilang kepada saya: “Bung, saya tdk setuju dengan statetment bung yang meminta upah naik 50%.”
“Kenapa?” Jawab saya. “Kan ini baru statetment.”
“Kalau organisasi kami sudah mudah memutuskan, bahwa ukuran kita di padat karya, bung.”
Lalu kawan tadi saya tanya. Ini misal. Misalnya saja, DKI Jakarta. Kita perkirakan biaya hidup minimumnya 3 juta. Sekarang kan ada UMP 2,2 juta. Lalu kata indusuti padat karya: Hei, buruh. Saya hanya mampu naikin upah 50 ribu.
Padahal kebuhutuhan buruh adalah 3 juta. Kemudian saya tanya ke dia. Jawaban ini yang kemudian membuat saya teriak! Saya agak marah memang dengan sikapnya itu.
Dia bilang, “Kalau kita memilih naik 50 ribu menjadi 2,250 juta.”
“Kalau itu sikap anda, kita tempur di lapangan. Hari ini kita berpisah.”
Dia bereaksi. “Bung, kalau upah tinggi, nanti saya kehilangan banyak anggota.”
Saya jawab sederhana. Kalau dia di Jakarta tidak mampu, dia akan pindah ke Semarang. Anda bikin aja PC Semarang. Ambil lagi mereka sebagai anggota yang baru. Kenapa repot?
Jangan hanya gara-gara takut kehilangan anggota, kemudian kita akan korbankan biaya hidup buruh Indonesia.
Itulah kenapa saya keras. Semua alasan yang menginginkan agar upah tidak naik 50% hanyalah alasan yang tidak masuk diakal. Tidak ada satu pun dari argumentasi mereka, yang didasarkan atas kepentingan kaum buruh. Semua bicaranya: nanti investasi lari, perusahaan nggak kuat bayar.
Lalu buruh dianggap apa? Apakah buruh, yang bertahun-tahun menjadi soko guru bangsa ini, dibiarkan mati miskin karena upah murah yang mereka terima puluhan tahun itu?
Kemudian atas dasar apa Memperin bilang upah hanya naik inflansi plus sekian persen. Dia bilang ini keputusan rakord bidang ekonomi. Oh, kalau begitu Anda main politik.
Kalau anda main politik memakai kekuasaan, saya main politik pakai kekuatan.
Beberapa kawan bilang, MPBI pecah. Nggak ada. MPBI nggak pecah.
MPBI itu hanya payung. Kalau isunya sama, kita bergerak bersama. Kalau isunya berbeda, ya kita masing-masing aja. Kita harus ingat, MPBI itu bukan struktur. Bukan seperti FSPMI dengan 6 Serikat Pekerja Anggotanya itu.
Mungkin saya salah. Barangkali saya keliru. Akan tapi saya hanya ingin, kalau itu prinsip, jangan digoyang. Perdebatan itu nggak apa-apa. Akan tapi kalau itu kebenaran, harus diterima.
Nasib buruh tidak boleh dipertaruhkan dalam kompromi. Itu aja. Sederhana, bukan? (*)