
“Ketika ditembaki dengan water canon, saya berada di atas mobil komando (mokom). Pada awalnya, seluruh mokom memang berada tepat di depan Istana Negara. Tetapi kemudian secara perlahan mundur ke belakang. Tidak lagi di depan Istana,” kata Nimpuno, ketika menceritakan kembali kejadian tanggal 30 Oktober 2015, saat KAU-GBI melakukan aksi di depan Istana Negara.
Menurut pria yang menjadi Ketua PUK SPL FSPMI di sebuah perusahaan di Bekasi ini, saat itu posisinya berada di atas mokom.
“Saya berpikir, ini posisi yang cukup aman. Karena, memang, ketika itu posisinya sudah di jalan pulang,” kenangnya. Nimpuno naik ke atas mokom hanya mengambil foto. Sepanjang hari itu, dia tidak melakukan orasi.
Ketika gas air mata ditembakkan, untuk beberapa saat dia tidak bisa melihat apa-apa. Pedih sekali. Hingga akhirnya dia menemukan air dalam botol mineral yang tinggal setengah. Dengan air itulah dia membasuh muka.
Tidak lama kemudian, di sekitar mokom sudah banyak polisi yang berkumpul. Polisi meminta agar semua yang berada di atas mokom turun. Tanpa berpikir panjang, bapak dari 2 (dua) anak ini turun.
“Belum juga kaki saya menginjakkan tanah, saya langsung diseret oleh polisi. Dipukuli. Ditendang. Tanpa saya tahu apa salahnya, muka saya ditonjokin. Perut saya. Punggung saya,” matanya menerawang jauh kedepan, ketika menceritakan saat-saat penyiksaan itu dilakukan.
“Setelahnya, saya sudah tidak ingat apa-apa lagi. ”
Ketika itu, dia sama sekali tidak melawan. Pasrah. Meskipun demikian, tetapi penyiksaan terhadap dirinya tidak berhenti sampai disitu. “Setelah itu, saya dimasukkan ke mobil barakuda. Disitu, saya melihat teman-teman lain yang juga ditangkap dipukul. Ada yang ditendang. Tak terkecuali saya,” katanya.
Tiba-tiba sesuatu yang keras menghantam dirinya. Entah dipukul atau ditendang, dia kesulitan untuk membedakan.
“Keras sekali. Sampai saya terpental kedalam.”
Mobil barakuda itu ditutup. Sedang didalamnya ada asap. Mereka kesulitan untuk bernafas. Dada terasa sesak.
Baru kemudian, mereka dipindahkan ke mobil dalmas.
Ketika diminta untuk memberikan pernyataan atas kejadian itu, inilah pernyataan Nimpuno. “Saya tak habis pikir dengan tindakan polisi yang melakukan penyiksaan. Padahal saat itu, posisi massa sudah bergerak ke belakang. Saya dan kawan-kawan yang berada di atas mokom masih berada disana, karena tertahan oleh massa yang berada di depan.”
Ketika peristiwa itu terjadi, Nimpuno kehilangan sebuah handphone. Mungkin ada yang mengambil. Mungkin! (*)
Oleh: (Wiwik-109)