
Setelah mengikuti long march Bandung – Jakarta pada tanggal 10 – 13 Juni 2014, pada tanggal 25 – 29 Juni 2014 saya kembali mendapat tugas dari organisasi untuk mengikut roadshow Jakarta – Jawa Tengah. Masih dalam agenda yang sama. Mensosialisasikan Sepultura dan meminta dukungan dari masyarakat untuk memenangkan pasangan Prabowo – Hatta dalam Pemilu yang berlangsung tanggal 9 Juli 2014 nanti.
Perjalanan ini kami mulai dari depan Kemeneng BUMN, di Jl. Medan Merdeka Selata, Jakarta. Ketika saya datang, kawan-kawan DKI Jakarta sudah terlebih dahulu berkumpul. Tak ketinggalan, mokom DKI Jakarta juga ikut dibawa. Mereka akan ikut melepas rombongan. Bahkan mengantar kami hingga ke Bekasi. Presiden KSPI Said Iqbal, juga nampak hadir untuk melepas rombongan.
Sambil menunggu keberangkatan, saya berbincang dengan kawan-kawan DKI Jakarta. Mereka bercerita banyak tentang sosialisasi Sepultura. Dalam beberapa hari ini, mereka berkeliling untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat luas tentang pentingnya memberikan dukungan kepada pasangan nomor satu. Semangat yang luar biasa.
Winarso, Ketua DPW FSPMI DKI Jakarta, turun langsung untuk memimpin sosialisasi. Inilah yang kemudian membuat kawan-kawan di Jakarta semakin bersemangat. Apalagi ketika melihat sambutan masyarakat yang begitu antusias. Kepercayaan diri yang mereka miliki semakin bertambah.
“Menurut pengamatan bung yang sudah keliling ke daerah-daerah, bagaimana peluang menang pasangan Prabowo – Hatta?” Tanya Winarso kepada saya.
Saya tersenyum, kemudian menjawab, “Jika dilihat antusias masyarakat, kita akan menang.”
Kemudian kami berdiskusi tentang pencitraan yang dilakukan oleh media. Bagaimana tokoh masyarakat, ulama, dan berbagai komponen yang lain menyatakan dukungannya kepada Prabowo – Hatta. Di kalangan buruh, Winarso mengaku semakin semangatnya ketika mengetahui Obon Tabroni (Ketua KC FSPMI Bekasi) juga melakukan langkah yang serius untuk mengkampanyekan Prabowo – Hatta.
“Bekasi menjadi tolak ukur kawan-kawan di daerah,” katanya.
Saya mengamini pendapat Winarso. Ketika berbicara tentang organisasi, sejatinya kita berbicara sebuah keluarga. Senang rasanya jika mengetahui seluruh anggota keluarga bahu-membahu untuk mewujudkan cita-cita itu. Sehingga, dengan demikian, apapun yang akan terjadi nanti, kita bisa menerima dengan lapang dada.


Bekasi, Destinasi Pertama Kami
Kami mulai meninggalkan Jakarta, sekitar pukul 15.00 WIB.
Destinasi kami yang pertama adalah Saung Buruh. Terletak di Kawasan Industri Jababeka, Bekasi. Rencananya, dari Bekasi kami akan singgah di Karawang dan kemudian melanjutkan perjalanan di Cirebon. Kami akan menginap di Kota Udang itu, sebelum mendatangi kota-kota lain di Jawa Tengah.
Untuk menghindari macet, dari Jakarta menuju Bekasi kami melalui jalan tol. Di tol, kami bertemu dengan banyak simpatisan Prabowo – Hatta. Beberapa mobil yang ditempel sticker pasangan nomor satu. Mereka membuka jendela. Mengacungkan satu jari. Bahkan ada yang memberikan topi. Selalu menyenangkan, ketika di jalan kita bertemu dengan teman-teman yang sehaluan. Kami tidak tahu siapa mereka. Tetapi kami tahu, mereka memiliki harapan yang sama. Sebuah rasa yang membuat kami menjadi begitu dekat.
Mokom Bekasi menjemput kami di pintu tol Cikarang Barat. Kami diantar hingga Jababeka. Menembus kemacetan kota industri di hari Rabu sore itu.
Di Saung Buruh, Obon Tabroni dan kawan-kawan Bekasi menyambut kehadiran kami. Bagi saya, Bekasi selalu istimewa. Antusias kawan-kawan disini dalam melakukan kerja-kerja organisasi selalu mengesankan. Apalagi saat ini Bekasi memiliki jumlah anggota yang terbesar.
Karena dari pagi belum sarapan, sesampainya di Saung Buruh, sasaran saya yang pertama adalah warung nasi. Baru setelah mendirikan shalat Maghrib, kami berkumpul. Sebuah diskusi kecil dilakukan. Dimulai dari sambutan Obon Tabroni, sebagai tuan rumah, dan dilanjutkan oleh Arif Puyono dari FSP BUMN.
Keduanya mengingatkan kembali tentang Sepultura. Memberikan beberapa catatan, mengapa sangat penting bagi kaum buruh untuk ikut serta memastikan kemenagan pasangan Prabowo – Hatta.
Menurut Obon Tabroni, ini bukan lagi tentang instruksi organisasi. Lebih dari itu, ini adalah pertarungan idiologis. Ini adalah perebutan kepentingan. Sebagaimana kita tahu, di seberang sana, barisan Apindo telah berdiri dengan rapi. Dua kekuatan (modal vs buruh), dengan kepentingan yang berbeda, sedang berhadap-hadapan. Karena itu, menurut Obon, tidak ada pilihan lain selain all out untuk memenangkan Prabowo – Hatta yang telah berkomitment untuk menjalankan Sepultura.
Arif, dalam kesempatan ini menyampaikan salam Prabowo Subianto kepada kaum buruh. Menurut Arif, Prabowo sangat bangga dengan buruh. Bahkan, secara spesifik, Prabowo juga mengatakan salut dengan Garda Metal yang selalu militan dalam berjuang. Menurutnya, dalam rapat partai, tak segan Prabowo Subianto mencontohkan buruh. Mereka tidak dibayar. Tetapi sanggup melakukan kerja-kerja politik dengan militan.


Cirebon
Setelah menyelesaikan diskusi singkat di Bekasi, kami melanjutkan perjalanan. Mengingat sudah beranjak malam, rencana untuk singgah di Karawang kami batalkan. Tujuan berikutnya adalah Cirebon. Apalagi kami mendapat kabar jika kawan-kawan di Cirebon sudah menunggu.
Semula, kami dijadwalkan tiba di Cirebon pukul 21.00 WIB. Rencananya, kami akan melewati malam dengan nonton bareng. Memutar film di alun-alun Cirebon. Tetapi kami salah perhitungan. Sore itu, jalanan macet. Jika dipaksakan, bisa jadi, kami memasuki Cirebon setelah lewat malam.
Di daerah Indramayu, saya baru menyadari jika didalam rombongan ini ada seseorang yang pernah saya kenal. Tetapi saya masih tidak yakin. Hingga akhirnya saya membuka suara. “Bang, rasanya kita pernah ketemu ya?”
“Mungkin,” ujarnya. Ia menatapku. Seperti tidak yakin dengan ingatannya sendiri.
“Pernah ke PHI Serang, Banten?” Aku mengejar dengan pertanyaan berikutnya. Barulah kami menyadari, jika kami memang pernah bertemu di PHI Serang. Ia adalah aktivis PRD. Dalam diskusi selanjutnya, ia banyak bercerita tentang beberapa nama aktivis yang sudah tidak asing lagi bagi saya. Ternyata dunia tidak seluas yang kita kira.
Akhirnya, menjelang tengah malam, kami memutuskan untuk menginap di Indramayu.
Ketika keesokan paginya melanjutkan perjalanan ke Cirebon, kawan-kawan menyambut kedatangan kami di dekat Terminal Harjamukti. Meskipun sebagian dari mereka tidak saya kenal, namun kami merasa dekat. Berbincang santai sambil ngopi.
Kebetulan, ketika menghadiri Rakernas SPAI FSPMI di Surabaya beberapa bulan lalu, saya pernah berkenalan dengan salah satu utusan dari Cirebon. Pernah bersama-sama dengannya melewati malam dengan jalan-jalan ke Taman Bungkul. Kami seperti dipertemukan kembali. Tidak membutuhkan waktu lama untuk akrab. Bercerita tentang perkembangan serikat pekerja di Cirebon. Tentang sejauh mana Sepultura disosialisasikan. (*)
Catatan Perjalanan: Kahar S. Cahyono
