Siaran Pers
“Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta Sesat Pikir Dalam Memutus Perkara”

Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta sangat gegabah dan tidak mampu menangkap esensi dari Putusan PN Pusat. Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengeluarkan putusan No. 404/PDT/2012/PT.DKIJAKARTA yang isinya menyatakan membatalkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat No.278/PDT/2010/PN.JKT.Pst Perihal Gugatan Warga Negara atas tidak dilaksanakannya Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 oleh Pemerintah dalam hal ini Presiden SBY, Wapres Boediono, Ketua DPR, dan Menteri terkait selaku TERGUGAT. (Total 11 Tergugat).
Dalam pertimbangan hukumnya, Majelis Hakim yg diketuai oleh Achmad Sobari, S.H.,M.H. mengabulkan argumentasi Para Tergugat yakni:
1. PN Pusat tidak berwenang mengadili perkara ini karena pembentukan Undang-Undang merupakan kewenangan Legislatif (DPR) dan Pemerintah ;
2. UU BPJS telah disahkan oleh DPR RI (Tergugat II) pada tanggal 28 Oktober 2011 dan ditandatangani oleh Presiden RI (Tergugat I) pada tanggal 25 November 2011.
Terkait hal ini, Kuasa Hukum Komite Aksi Jaminan Sosial (KAJS), Tim Pembela Rakyat untuk Jaminan Sosial selaku Penggugat pada PN Pusat menilai Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengeluarkan putusan yang gegabah dan tidak mampu melihat esensi Putusan PN Pusat secara mendalam atas gugatan yg diajukan oleh 120 orang warga negara yang peduli akan terwujudnya Jaminan Sosial di Indonesia terdiri dari Jaminan Kesehatan, Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua, dan Jaminan Pensiun sebagaimana diamanatkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional.
Sikap gegabah dan tidak mampu melihat esensi dari Majelis Hakim tercermin dari pertimbangan hukum yang disampaikan. Pertama, bahwa Putusan PN Pusat bukan dalam rangka mengambil alih tugas dan wewenang dari DPR dan Pemerintah (TERGUGAT) dalam hal menyusun Peraturan Per-UUan sebagaimana diatur dalam Konstitusi melainkan memerintahkan TERGUGAT untuk melaksanakan apa yang menjadi tugas dan wewenangnya sebagai akibat kelalaian yang telah dilakukan TERGUGAT dengan tidak menjalankan perintah UU No. 40 Tahun 2004 bahwa paling telat sistem jaminan sosial seharusnya sudah berjalan 5 tahun sejak UU ini diundangkan artinya pada tahun 2009. Kedua, dengan telah disahkannya UU BPJS pada tanggal 28 Oktober 2011, justeru telah membuktikan bahwa TERGUGAT telah secara nyata lalai melaksanakan perintah UU No. 40 Tahun 2004. Pengesahan yg dilakukan oleh TERGUGAT merupakan wujud atas pelaksanaan dari Putusan PN Pusat. Oleh sebab itu tidak sepatutnya Pengadilan Tinggi DKI Jakarta membatalkan Putusan tersebut.
Ketiga, hingga saat masih terdapat kelalaian yg dilakukan oleh TERGUGAT terkait perkara ini, dalam hal belum sepenuhnya peraturan pelaksana yang diperintahkan oleh UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN telah dibuat dan disahkan oleh TERGUGAT. Hal ini telah terbukti dimuka persidangan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Keempat, Putusan PN Pusat yang bertindak dan melaksanakan kewenangan Yudikatifnya sudah suatu hal yang tepat, sebagai penegak hukum atas kelalaian atau Perbuatan Melawan Hukum yang dilakukan oleh Penyelenggara Negara dalam hal ini Pemerintah dan DPR. Hanya melalui mekanisme peradilan lahh rakyat dapat menuntut keadilan sesuai hukum yang berlaku di Republik ini.
Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta justeru telah mencederai hukum dan rasa keadilan daripada Rakyat Indonesia yang terus berusaha memperjuangkan haknya untuk mendapatkan hak atas jaminan sosial sebagaimana diamanatkan UUD’45 Pasal 28 H ayat (3) dan Pasal 34 ayat (2).
Putusan tersebut juga telah mengebiri perkembangan sistem hukum di Indonesia yang telah mengadopsi paham perlu adanya kontrol atas penyelenggara Negara melalui mekanisme peradilan dalam beberapa pilihan salah satunya adalah melalui Gugatan Warga Negara (GWN). Sudah ada beberapa GWN yang diajukan dan dikabulkan Legal Standing dari Para Penggugat oleh PN Pusat sebagai pihak yang berwenang untuk mengadili, seperti GWN tentang Ujian Nasional, GWN tentang Nunukan, dan GWN tentang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Oleh sebab itu, TPRJS dan KAJS menyatakan sikap:
1. Majelis Hakim pada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta telah mengalami sesat pikir dalam memutus perkara sebagaimana disampaikan dalam pertimbangan hukumnya;
2. Akan mengajukan Kasasi ke Mahkamah Agung atas Putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta;
3. Menuntut Pemerintah untuk melaksanakan putusan PN Pusat dan melaksanakan perintah UU BPJS dengan segera menyusun dan mensahkan peraturan pelaksana yg telah diperintahkan;
4. Menuntut DPR melaksanakan tugas dan wewenang Pengawasan yang dimiliki terkait implementasi Sistem Jaminan Sosial Nasional dimulai dari Jaminan Kesehatan pada 1 Januari 2014.
Jakarta, 2 Oktober 2013
Surya Tjandra, S.H., LL.M
Koord. Tim Pembela Rakyat u/ Jaminan Sosial (TPRJS)
Contact Person (CP):
1. Andriko Otang
2. Moh. Fandrian