
Banyak yang bilang, nuklir adalah senjata paling mematikan di dunia. Kekuatan dan dampaknya dapat menghancurkan dunia beserta isinya. Namun, hal ini tak berlaku bagi para pemberontak EZLN. Senjata paling mematikan bagi mereka adalah kata-kata. Dengan kata, dunia yang ada saat ini tercipta. Segala sesuatu ada karena kata. Dengan kata, pengetahuan seseorang dapat terisi.
Seperti yang diutarakan filsuf Perancis, Michael Foucault, power is knowledge. Hal ini juga ditegaskan Subcomandante Marcos, senjata utama mereka adalah kata yang bisa mengubah dunia berserta isinya. “Kata adalah senjata,” tegasnya.
Paragraph di atas saya kutip dari tulisan pada sebuah blog yang berjudul Subcomandante Marcos: Topeng Perlawanan. Kata adalah senjata. Begitu Subcomandante Marcos, pernah menegaskan.
Barangkali banyak diantara kita yang belum mengenal siapa sebenarnya Subcomandante Marcos. Dia adalah sosok yang membuat seluruh dunia tercengang pada 1 Januari 1994. Tanggal yang bertepatan dengan pemberlakuan North America Free Trade Agreement (NAFTA) di Kanada, Amerika Serikat, dan Meksiko. Di Chiapas, Meksiko, Subcomandante Marcos mengumumkan adanya pemberontakan masyarakat adat dengan nama Ejercito Zapatista Liberacion Nacional (EZLN) terhadap pemerintahan. Tepat pergantian tahun, mereka menyerbu San Cristobal de Las Casas (Balaikota Chiapas) untuk melakukan pemberontakan dan mengumumkannya ke berbagai kantor berita di dunia.
Memang, menarik sekali bisa mengetahui lebih banyak tentang sosok yang satu ini. Sayangnya, dalam tulisan ini saya tidak akan mengulas banyak hal tentang itu. Disini, saya lebih tertarik untuk menyampaikan pesan kuat dari apa yang pernah ia sampaikan: Kata Adalah Senjata.
Itulah sebabnya, saya hendak merinci kembali beberapa rekomendasi/usulan perbaikan atas Koran Perdjoeangan. Saya percaya, melalui pilar organisasi yang satu ini, banyak hal yang bisa kita lakukan kedepan. Pun perlawanan yang kita serukan akan semakin menguat. Menembus batas.
Saya kira, apa yang saya sampaikan bukan harga mati. Kawan-kawan bisa memberikan tambahan, agar kedepan, Koran Perdjoeangan bisa menjadi semakin baik lagi. Sehingga pada saatnya nanti, media kebanggaan organisasi FSPMI ini benar-benar mampu menjadikan dirinya sebagai koran umum mingguan nasional.
Perbaiki Tampilan dan Konten Koran Perdjoeangan

Kritik yang sering kita dengar selama ini adalah terkait dengan tampilan dan konten/tulisan Koran Perdjoeangan. Seringkali beritanya sudah kadaluarsa. Sudah gitu, sering molor pula.
Kedepan kita perlu mengemas ulang koran kesayangan kita, agar lebih enak dipandang. Beberapa rubrik juga akan kita hilangkan, dan mengganti rubrik lain yang lebih segar dengan menghadirkan informasi yang memberikan manfaat lebih bagi para pembaca.
Oh ya, kita juga merencanakan membuat sayembara untuk membuat logo Koran Perdjoeangan yang baru. Silahkan kawan-kawan menyiapkan diri dari sekarang. Siapa tahu, desain yang Anda buat menjadi pemenangnya. Panitia menyediakan hadiah yang tentu menggiurkan.
Penguatan Kapasitas dan Kuantitas SDM
Melihat personil yang ada sekarang, kiranya perlu melakukan penambahan beberapa jurnalis. Kontributor daerah juga harus dilatih untuk membuat berita yang baik. Misalnya dengan menyelenggarakan pendidikan jurnalistik dan mendorong budaya membaca dan menulis di kalangan aktivis serikat buruh. Saya percaya, setiap orang yang terlibat dalam organisasi ini memiliki cerita menarik untuk disampaikan. Semua tulisan itu, jika bisa kita dokumentasikan dengan baik, kelak akan menjadi prasasti terhadap perlawanan yang kita lakukan selama ini.
Disamping itu, setiap personil Koran Perdjoeangan juga harus dilengkapi dengan peralatan dan perlengkapan yang memadai. Sulit kiranya kita berharap lahirnya sebuah maha karya, dengan kerja asal-asalan dan perlengkapan yang seadanya.
Tersedianya Dana untuk Operasional dan Produksi
Dalam hal ini, saya menyambut baik komitment Said Iqbal Presiden FSPMI, yang berkomitment dalam tahap awal DPP FSPMI akan membantu dalam hal pendanaan. Termasuk didalamnya dengan melakukan konsolidasi ke perangkat KC, PC dan DPW untuk konstribusi Koran Perdjoeangan ke PUK-PUK guna meningkatkan ketaatan dalam pembayaran.
Tentu ini tidak boleh terus-menerus dilakukan. Sebagai sebuah koran umum berskala nasional, Koran Perdjoeangan kedepannya harus benar-benar mandiri. Salah satunya, kita bisa menyiasati tersendatnya pendanaan dengan sistem pre order. Dimana pembeli diminta membayar di awal, misalnya 3 – 6 bulan sekaligus. Sehingga kita memiliki dana yang cukup untuk mendatai setiap edisi. Pengembangan target pembaca juga harus dilakukan. Tidak hanya di kalangan anggota FSPMI, tetapi juga komunitas masyarakat yang lebih luas lagi.
Memperbaiki Sistem Distribusi
Jika kita mentargetkan Koran Perdjoeangan terbit setiap pekan, maka harus dipastikan setiap hari Senin sudah sampai di tangan pembaca. Saya kira ini bukan kerja yang ringan. Disamping diperlukan distributor yang handal, dari tim redaksi dan percetakan juga harus dipastikan tidak ada keterlambatan. Satu mata rantai saja terganggu, maka semua alur pasti akan berantakan.
Penting juga diadakan road show, untuk mendekatkan media ini dengan pembacanya. Misal dengan mengadakan temu pembaca dan menyelenggarakan diskusi dengan mereka, sehingga sambung rasa bisa tetap terjaga. Bagi sebuah media cetak, pembaca adalah raja. Mereka adalah orang-orang yang paling paham apa saja yang menjadi kekurangan koran kita. Dari sanalah, saran perbaikan bisa kita dapatkan.
Sejauh ini saya optimis, bahwa kita bisa menjadikan Koran Perdjoeangan sebagai alat perjuangan bagi kaum buruh. Inilah satu-satunya koran nasional yang konsen pada isu-isu sosial perburuhan. Berhadap-hadapan langsung dengan media pro kapitalis, yang hanya memberitakan aksi-aksi kaum buruh hanya dari sisi negatifnya. Semoga bisa diwujudkan!