Kado Untuk Iqbal (3)

Oleh: Obon Tabroni *)

Konflik..

Obon tabroni saat aksi menolak BBM di Ejip ( foto : Herfin )
Obon tabroni saat aksi menolak Kenaikan BBM di Ejip ( foto : Herfin )

Konflik adalah bagian dari keseharian kita. Konflik ada disekeliling kita dan konflik tidak mungkin kita hindari. Misal, konflik antar pengurus, konflik antar anggota, konflik antar anggota dan PUK, konflik antar PUK dan PC, konflik antar PC dan PP atau DPP, konflik antar Sektor, konflik antar Garmet dan PC, penyebabnya pasti beragam. Disini saya tidak membahas konflik kita dengan pengusaha, tapi lebih tentang konflik internal organisasi.

Penyebab konflik sering terjadi karena hal sepele. Misal tentang cara pandang yang berbeda sehingga sulit untuk menyatakan mana yang salah dan mana yang benar. Contohnya konflik tentang ditolaknya salah satu PUK SPAI FSPMI oleh DPP FSPMI, saya pastikan saya yang benar, demikian pun bung Said Iqbal (Presiden FSPMI #red) dengan segala argumennya juga merasa benar. Atau bila dibalik dari sudut pandang berbeda, saya yang salah (karena sempit melihat dari sudut pandang sektoral – egosentris, sedangkan Bung Said Iqbal benar karena melihat hal yang lebih luas tentang bagaimana menyatukan KSPI supaya tidak berantakan). Sebaliknya, Bung Said Iqbal bisa salah besar, hanya demi menginginkan terciptanya kerukunan dan kebersamaan dalam tubuh KSPI maka Undang-undang 13/2003 dan undang-undang 21/2000 di tabrak, bahkan AD/ART FSPMI & SPAI FSPMI pun diabaikan.

Situasinya bisa dibuat lebih ekstrim lagi. Kumpulkan saja seluruh ketua PC SPAI FSPMI se-Indonesia dan sampaikan bahwa presiden FSPMI telah mengintervensi kebijakan SPAI FSPMI, Presiden FSPMI telah abuse of power, presiden FSPMI telah… telah… dan telah… Bila sudah terjadi maka tak perlu dikomporin dan dikipas-kipasin lagi, tak perlu diberi macam-macam bumbu gosip, pastinya isunya akan membesar dan terus membesar. Dan Bung Said Iqbal pun pasti akan membalas dengan mengundang semua pengurus DPP FSPMI sambil menyampaikan fakta bla.. bla… bla… Dan bisa dipastikan sektor SPAMK, SPL dan SPEE akan berkesimpulan bahwa SPAI FSPMI arogan lah, tak tahu diri lah, anak baru kemaren sore udah belagu lah dan bla.. bla.. bla.. Akhirnya konflik yang awalnya hanya melibatkan saya dengan Presiden FSPMI membesar menjadi konflik antar sektor dengan Federasi yang turut pula menyeret sektor-sektor lainnya. Lantas siapa yang diuntungkan? Dan apa manfaatnya?

Konflik upah di Bekasi bisa dibuat lebih hebat lagi. Saya punya notulen hasil rapat KC dan PC SPA FSPMI Bekasi tentang target upah bekasi 2013, upah bekasi harus diatas Rp 2 jt plus, sementara ada sektor baru SPAI FSPMI yang harus juga diakomodir upahnya. Dan saya juga punya data upah wilayah lain yang dijadikan rekomendasi dalam mengambil keputusan. Intinya semua target tercapai sesuai target & kesepakatan bersama. Saya pastikan juga tidak ada pelanggaran atas mekanisme internal organisasi yang di buat oleh PC SPA FSPMI Bekasi. Bila ada komplain dari DPP FSPMI, tinggal undang semua pengurus PC SPA FSPMI Bekasi, lantas adakan rapat dan nyatakan sikap bla… bla… bla… Setelah itu bisa dipastikan Bung Said Iqbal pun langsung beraksi. Dengan segudang argumen yang kuat pasti punya alasan untuk memutuskan bla… bla… bla… dalam rapat DPP. Ujungnya tentu terjadi konflik besar antara FSPMI Bekasi dengan DPP FSPMI. Lagi-lagi siapa yang diuntungkan?

Begitupun dengan masalah Pilgub Jabar yang lalu, bisa juga dibuat lebih dasyat lagi konfliknya karena adanya keterlibatan unsur di luar organisasi yang juga ikut bermain (parpol dan simpatisan masing-masing kandidat). Lantas ketika konflik menjadi bagian dari keseharian kita, ketika konflik mengelilingi kita, bagaimana seharusnya kita menangani konflik?.

Biasanya ketika muncul konflik di internal organisasi kita langsung buka kitab aturan main organisasi (AD/ART atau Peraturan Organisasi – PO). Namun apakah hal itu menjamin selesainya konflik?. Jawabnya tidak!. Karena AD/ART dan PO FSPMI dan SPA FSPMI tidak mengatur hal yang teknis. Sering juga konflik diselesaikan di dalam rapat pengurus, namun dengan suasana hati yang tidak nyaman, dongkol dan rasa saling curiga atau bahkan ada yang saling pukul. Sesekali juga penyelesaian konflik diserahkan ke Perangkat Organisasi yang lebih tinggi?. Namun, akhirnya menjadi sulit juga karena kerap Perangkat Organisasi yang lebih tinggi tidak begitu memahami kearifan lokal di wilayah setempat (situasi dan faktor kebiasaan di masing-masing PUK termasuk karakter para personal pengurus yang bersangkutan). Lantas harus bagaimana?

Bung Said Iqbal, Bung Obon saat santunan anak yatim forum Ejip ( foto : Herfin)
Bung Said Iqbal, Bung Obon saat santunan anak yatim forum Ejip ( foto : Herfin)

Banyak yang bilang bahwa kunci sukses penyelesaian konflik adalah komunikasi. lantas model komunikasi yang bagaimana yang sanggup menyelesaikan konflik?. Prinsipnya saya paling tidak mau ada atau terlibat dengan sebuah konflik (disini saya tidak butuh penilaian apakah yang saya lakukan ini benar atau salah). Karena buat apa hidup yang singkat ini hanya diisi dengan hati yang tidak nyaman, diselimuti perasaan was-was, selalu curiga, selalu mengumpat, dan lain-lain. Karena hakikat mengelola eksternal dan internal organisasi saja sudah banyak masalah. Bila yang dicari hanya pembenaran saja, maka niscaya musuh akan terus bertambah.

Cerita tentang pengalaman saya dalam mengelola konflik; Selama lebih dari 15 tahun kerja di Panasonic dimana 10 tahun diantaranya menjabat ketua PC SPEE FSPMI di Bekasi, disitu saya tidak pernah terlibat konflik dengan sesama pengurus PC termasuk PUK-PUK SPEE FSPMI saat itu. Dan selama 3 tahun jadi ketua DPW FSPMI Jabar, hubungan saya dengan PC SPA FSPMI dan KC FSPMI se Jabar pun baik-baik saja hingga sekarang. Bahkan lebih dari 8 tahun jadi Ketua KC FSPMI Bekasi dengan anggota yang sangat beragam pun biasa aja. Komunikasi dengan semua Ketua dan pengurus PC SPA FSPMI di Bekasi pun berjalan relatif lancar. Saat didaulat menjadi Ketua Umum SPAI FSPMI pun bisa tertib dan terkendali. Apalagi hubungan dengan kawan-kawan Garda Metal yang katanya keras kepala, saat ini pun masih terjalin mesra. Hidup itu nikmat kalau kita jalani tanpa beban. Kemana pun saya datang ke PUK SPA FSPMI yang ada di bekasi, atau ke main ke PC SPA FSPMI di wilayah lain di Indonesia tidak pernah ada beban.

Ketika kita terlanjur masuk dalam pusaran konflik, terutama konflik internal organisasi yang melibatkan sesama fungsionaris, misalnya; konflik sesama pengurus organisasi, atau konflik antara Ketua dengan anggota kita, atau konflik antar tingkatan yang berbeda di Organisasi, maka berpikirlah atau rasakanlah lebih jauh seolah kita adalah lawan konflik tersebut dengan peran dan tanggung jawab yang berbeda, yang tentunya berbeda cara pandangnya. Dan jangan pernah kita hindari konflik itu tapi selesaikan dengan segera. Karena semakin lama konflik berjalan maka akan semakin rumit dan semakin banyak orang yang akan terlibat. Apalagi kalau sengaja kita libatkan orang lain untuk mencari pembenaran, bahkan “ngember” di facebook dan kipas-kipas sambil bumbuin gosip biar mateng (menulis di media-media sosial untuk mencari pembenaran #red) akan membuat konflik semakin besar.

Lebih penting kita mempersempit area konflik ketimbang terus mencari-cari pembenaran. Entah objeknya atau orang-orang yang terlibat didalam konflik. Janganlah kita berebut kebenaran karena pasti semuanya merasa benar. Kita akan terlihat bijak kalau saling berebut kesalahan. Dan pastinya lebih nyaman menyelesaikan konflik bukan di rapat formal yang resmi dan kaku. Tetapi kita bicara dari hati ke hati dalam suasana dan tempat yang jauh dari kesan formal dan kaku. Sekali lagi hindari orang lain yang tidak ada korelasinya dengan konflik.

Lebih banyak penyebab konflik disebabkan oleh hal-hal yang bersifat teknis yang kadang tujuannya pun sama. Misalnya, seorang Ketua PUK lebih memilih cara penyelesaian masalah dengan model dialog, apakah itu harus kita persalahkan?. Atau pengurus lain yang memilih cara untuk menyelesaikan masalah lewat mekanisme hukum, apakah itu keliru?. Lantas ada anggota yang menganggap bahwa hanya aksi besarlah yang merupakan jalan satu-satunya dalam menyelesaikan masalah, apakah itu juga melenceng dari koridor kita?.

Toh semua cara tujuannya pasti sama yaitu untuk memperbaiki taraf kehidupan buruh. Tinggal bagaimana analisa yang dipakai untuk mencari resiko yang terkecil dan tingkat keberhasilan yang terbesar. Dan ketika kita harus melibatkan orang lain, maka pastikan kita pun memberikan info yang jujur, objektif & independen. Dan pastikan pula orang yang kita mintakan bantuannya bukan bagian dari konflik tersebut. Kadang juga bila anda punya kewenangan khusus, sementara mekanisme diplomatis, kompromis, persuasif, preventif dan pre-emtif sudah dilakukan, maka tidak ada salahnya juga anda pakai tangan besi untuk menyelesaikan konflik tersebut.

Terpenting dari semua itu adalah kembali ke diri kita, ke hati kita, ke niat kita. Karena yang di cari dalam hidup tentunya kenyamanan. Uang memang bisa membuat orang mudah mendapatkan sesuatu tapi tidak akan bisa membeli kenyamanan. Seorang pelukis begitu nyaman ketika sedang menyelesaikan lukisannya tentu dengan hatinya. Seorang sufi merasa nyaman ketika beribadah. Seorang olahragawan, seorang penyanyi akan merasa nyaman ketika melakukan apa yang ia sukai tentunya dengan segenap kecintaannya. Lantas bagaimana dengan aktifis serikat pekerja? Apa yang membuat aktifis nyaman?

IMG_20121026_202149
Perayaan Ulang tahun Bang Obon di Rumah Buruh ( Foto : Herfin )

Menjadi seorang aktifis memang bukan tujuan hidup seorang. Tidak akan pernah ada aktifis, dimana peran yang sekarang dijalaninya adalah merupakan cita-citanya sejak kecil. Bahkan sebagian besar dari kita menjadi seperti sekarang ini karena terjerumus dan terseret dalam situasi (kecelakaan). Bagi yang sudah terjerumus dan terseret oleh keadaan, sebelum terlanjur terperosok lebih dalam lagi, maka segera pikirkan dan periksa ulang apa yang membuat anda berada bersama kita saat ini. Apa niat dan motivasi anda. kalau kita punya niat bahwa kehadiran kita disini adalah hanya karena faktor pribadi lebih baik mundur karena anda pasti akan kecewa dan hidup anda akan terbuang dengan percuma dan sia-sia.

Lalu bila memang sudah mantap berada bersama kita, maka segera siapkan mental yang kuat. Karena hal yang paling sulit bila anda sudah berada di posisi atas. Anda akan menjadi sorotan, seolah-olah anda adalah malaikat penyelamat yang tidak boleh salah. Anggota suka kalau anda hidup susah. Jarang ada anggota yang berterima kasih ketika anda berhasil. Sebaliknya banyak anggota yang mengumpat dan memaki ketika anda salah. Keberhasilan yang anda buat akan hilang dalam sekejap berganti dengan tulisan di WC pabrik, SMS dan umpatan di facebook serta media sosial lainnya. Posisi pemimpin di organisasi sangatlah sulit.

Misalnya; Seorang Leader, Supervisor, Manager, Direktur di perusahaan punya hak dan kewenangan khusus dan mumpuni sehingga bisa langsung memberikan sanksi dan penghargaan. Sanksi diberikan kepada yang tidak bagus atau penghargaan diberikan kepada yang bagus. Yang kerjanya baik mendapatkan promosi kenaikan pangkat, bonus, gaji dan lain-lain. Sedangkan yang malas kerja dan tidak baik dapatkan sanksi mulai dari teguran lisan, Surat Peringatan bahkan langsung di PHK. Lantas bagaimana dengan mekanisme sanksi dan penghargaan di organisasi kita!!??.

Untuk mengerjakan sesuatu yang baik kita butuh tim yang mumpuni, kompak dan satu visi. Terkadang dengan latar belakang, karakter dan tujuan yang berbeda, sering kita jadikan alasan untuk berkompromi disaat harus berhadapan dengan situasi, dimana kita kebingungan sendiri untuk merekrut para personel fungsionaris organisasi yang memiliki potensi, karena mereka tidak ada yang bersedia dijadikan fungsionaris organisasi. Akhirnya mau tidak mau kita asal main tunjuk. Namun, setelahnya kita diharuskan untuk bekerja maksimal demi tujuan yang sama dengan hasil yang harus maksimal pula. Terus bagaimana caranya? Sedangkan untuk bekerja maksimal perlu dukungan waktu, tenaga dan biaya yang memadai. Lantas dengan kondisi yang semuanya serba pas-pasan, kapabilitas personel terbatas, kerap mencuri waktu disela-sela jam kerja pabrik, jatah hari libur bersama keluarga pun sering terpakai (siap-siap dikomplain sama istri & anak), bahkan tidak jarang harus keluar biaya dari kocek sendiri. lantas bisakah kita bekerja dengan maksimal!!!???

*Turin, Sunday July 7th 2013 – Obon Tabroni

Tulisan Sebelumnya:

Kado Untuk Iqbal (1)

Kado Untuk Iqbal (2)

*diedit oleh Mike Latuwael – tanpa mengurangi substansi & makna isi tulisan

0 thoughts on “Kado Untuk Iqbal (3)”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *