Jadikan Koran Perdjoeangan Sebagai Kebutuhan

“Saat ini anggota kita membeli Koran Perdjoeangan lebih karena kewajiban. Mereka membeli karena dipaksa oleh organisasi untuk membeli. Kehadiran Koran Perdjoeangan belum menjadi kebutuhan, yang kehadirannya selalu dinantikan.”

Ini adalah usulan  untuk logo Koran Perdjoeangan edisi baru/perbaikan
Ini adalah usulan untuk logo Koran Perdjoeangan edisi baru/perbaikan

Demikian disampaikan oleh Pimpinan Umum Koran Perdjoeangan Obon Tabroni, dalam pembukaan Rapat Kerja Tim Koran Perdjoeangan dan Tim Media FSPMI yang diselenggarakan di Training Center FSPMI, Cisarua Bogor, pada tanggal 24 – 25 Juli 2013 yang lalu.

Seperti kita ketahui, Koran Perdjoeangan adalah salah satu dari lima pilar yang dimiliki oleh Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI). Selain Koran Perdjoeangan, pilar yang lain adalah Garda Metal, Lembaga Bantuan Hukum, Inkopbumi, dan Training Center. Sehingga, dengan demikian, keberadaan Koran Perdjoeangan adalah sama dengan keberadaan Garda Metal. Semestinya ia juga tumbuh dan menjadi terkenal, sebagaimana Garda Metal dikenal berbagai kalangan.

Kembali pada apa yang disampaikan Obon Tabroni di atas, memang kondisi itulah yang sebenarnya terjadi. Meskipun jika kita bedah lagi, permasalahan tersebut tidak hanya berdiri sendiri.

Menurut Obon, permasalahan lain yang ada di Koran Perdjoeangan adalah: berita yang sering terlambat, minat membaca dan menulis di kalangan pekerja yang masih rendah, tampilan Koran (layout) yang kaku, hingga distribusi yang sering tersendat.

“Saya bahkan miris ketika seringkali melihat Koran Perdjoeangan menumpuk di kantor PC dan PUK,” ujar Obon.

Padahal untuk bisa menerbitkan Koran Perdjoeangan, ada beban yang harus ditanggung oleh organisasi. Pertama, beban biaya dan kedua, beban SDM.

“Oleh karena itu, kedepan kita harus menjadikan keberadaan Koran Perdjoeangan menjadi lebih baik. Distribusi tidak boleh lagi terlambat. Saya sadar, ini berat. Apalagi jika kita lihat sekarang ini dunia sudah mulai meninggalkan Koran cetak dan beralih ke bentuk digital, tetapi kita justru masih berkutat dimedia cetak,” lanjutnya.

Obon mengaku tidak begitu khawatir dengan konten/isi media. Menurutnya, dengan SDM yang ada saat ini, semua rubrik bisa terisi untuk terbit seminggu sekali. Justru permasalahan utama adalah terletak pada distribusi. “Bagaimana caranya agar Koran Perdjoeangan bisa diterima pembaca tepat waktu,” ujarnya.

Oleh karena itu Obon mengusulkan agar distributor di masing-masing wilayah juga mendapatkan anggaran yang memadai. Sehingga Koran Perdjoeangan bisa meminta pertanggungjawaban kepada distributor/agen untuk memastikan agar Koran bisa diterima pembaca tepat waktu. Jika permasalahan distribusi ini terselesaikan, kita optimis Koran Perdjoeangan yang dalam peluncuran edisi baru nanti akan terbit 50 ribu eksemplar per bulan bisa menjadi salah satu media nasional yang diperhitungkan. (kascey)

0 thoughts on “Jadikan Koran Perdjoeangan Sebagai Kebutuhan”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *