
Bagi Bupati/Walikota yang sudah terlanjur merekomendasikan upah murah, apa yang dilakukan oleh Bupati Mojokerto ini bisa ditiru. Tidak perlu gengsi untuk mengakui bahwa rekomendasi UMK yang dibuat tidak sesuai dengan kebutuhan hidup layak. Apalagi jika kemudian revisi terhadap rekomendasi UMK sesungguhnya adalah untuk kepentingan masyarakat. Bisa menjadi faktor yang menyebabkan daya beli meningkat.
Seperti diketahui, terkait dengan penentuan upah minimum 2015, baru Bupati Mojokerto lah yang berani melakukan revisi. Pada mulanya, UMK Mojokerto hanya direkomendasikan sebesar Rp. 2.217.000,-. Setelah mendapatkan penolakan dari serikat pekerja, akhirnya Bupati merevisi rekomendasi yang telah dibuatnya menjadi Rp. 2.697.000,-
Menurut informasi dari kawan-kawan FSPMI Mojokerto, semua ini berawal dari gerak cepat yang tidak biasa dari Dewan Pengupahan dan Pemda Mojokerto yang melakukan survey KHL pada bulan Juli, Agustus dan September. Dimana survey nilai KHL dalam 3 bulan itu mendapatkan angka sebesar Rp. 1.992.061,- Tak berapa lama kemudian, Bupati sudah mengirimkan rekomendasi upah minimum sebesar Rp. 2.217.000,- ke Gubernur Jawa Timur.
Pihak Apindo dan Pemda berdalih bahwa rekomendasi UMK 2015 sebesar Rp. 2.217.000,- ini sudah sesuai dengan surat edaran dari Gubernur Jawa Timur Tahun 2014. Sedikit janggal, memang. Mengingat pada tahun lalu, mereka menolak untuk menggunakan surat edaran dari Gubernur.
Memang, surat edaran Gubernur tahun 2014 itu mengandung multi tafsir. Dimana nilai item transportasi, sewa rumah dan listrik mengalami penurunan secara kualitas. Isu yang santer terdengar, hal itu sebagai bentuk pengkondisian bahwa kenaikan UMK tahun 2015 hanya dipatok sebesar 11 hingga 15 persen.
Serikat buruh di Jawa Timur akhirnya melakukan aksi ke kantor Dinas Tenaga Kerja Propinsi Jawa Timur. Memaksa untuk dibuatkan revisi atas surat edaran yang telah mereduksi nilai KHL. Akhirnya, Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur mengeluarkan surat yang menjelaskan bahwa nilai transportasi harus dihitung 2 x PP, sewa rumah sederhana dan listrik 5 titik. Surat inilah yang kemudian dijadikan alat untuk merubah usulan rekomendasi Bupati.
Aliansi serikat pekerja di Mojokerto melakukan aksi dengan kekuatan lebih dari 10.000 buruh untuk memaksa Bupati melakukan revisi upah minimum. Apalagi, Pasuruan sudah mengajukan rekomendasi UMK 2015 sebesar Rp. 2.700.000,-.
Setelah melalui lobby, audensi dan perdebatan yang sengit, Bupati setuju untuk merevisi rekomendasi UMK 2015 sebesar 2.697.000,-. Hal ini dilakukan agar upah di Mojokerto tidak tertinggal dari ring 1 Jawa Timur yang lain. Juga agar pemerataan pembangunan dapat dirasakan seluruh masyarakat. Rencana Pemerintah menaikkan harga BBM, pasar bebas Asean, potongan jaminan sosial dari UMK dan beberapa hal lain juga dijadikan faktor untuk kenaikan UMK 2015.
Perubahan atas rekomendasi UMK 2015 ini, membuat buruh Mojokerto berhasil menaikkan upah minimum sesuai target, sebesar 30%.
Satu hal yang membanggakan, seluruh serikat yang ada di Mojokerto bahu membahu bersama demi kesejahteraan dan nasib pekerja. Hal yang sudah lama hilang karena mereka sering mengedepankan ego masing-masing. (*)
:: Seperti dilaporkan oleh Tim Media FSPMI Jawa Timur, Ipang Kusumo Asmoro Diharjo.